Kepada Fahlia ( Seorang Kawan yang mungkin merindukan suara adzan di Negeri Seberang )

Dulu…. Dulu sekali di awal tahun sembilan puluhan kita bertemu. Betapa tak pernah terasa jikalau waktu itu begitu cepat berlalu. Kau masih ingat? Tentang seorang guru kita, namanya Pak Minto, beliaulah guru yang sampai sekarang mesih berbekas di relung-relung kehidupan yang melaju begitu cepat. Kau masih ingat saat pelajaran olahraga kita sekelas bermain-main di tepian sungai, berbaring-baring di pasir, atau main lempar batu, atau mencari ikan-ikan kecil. Ah, betapa waktu, betapa waktu, betapa waktu terkadang terasa sangat sadis, suka memanggal keindahan masa lalu.

Baiklah, aku akan menyebutkan nama teman-teman kita dulu…. Kau pasti mengira aku sudah lupa. Takkan, aku takkan pernah lupa. Bukankah masa kecil itu masa yang paling indah. Bagaimana mungkin aku bisa melupakannya.

Kau masih ingat dengan Indro Prastio yang sebangku denganku, kabarnya ia sekarang sudah berpetualang ke Kalimantan, entahlah. Juga Adip, Adip Bahtiar Rifa’i, belum lama ini aku bertemu dengannya, mungkin setengah tahun lalu, ia masih sama gemuknya. Oh ya, Dedi, siapa nama lengkapnya, Dedi Insanul Ashar? Entahlah, aku masih sering berpapasan dengannya beberapa bulan terakhir ini, namun kami tak pernah saling menyapa, mungkin wajah kami yang berubah dewasa telah membuatnya atau aku untuk berpikir ulang untuk menyapa, dia itu dulu ketua kelas, ia sering sekali berantem dengan Wati, Yunita Grahnawati, sepertinya waktu kecil mereka dikenalkan untuk saling bermusuhan, Katanya sekarang Dedi melamar jadi Polisi, tapi aku belum pernah melihatnya memakai seragam, bahkan aku masih sering melihatnya seperti layaknya pemuda biasa, gaul.

Kalau Khomsatun, sekarang dia sudah menikah dan sudah punya anak, itupun kudengar dari adikku. Teman kita satu lagi yang bernama Heti Kusuma, juga sudah nikah lho… kalau tidak salah beberapa bulan lalu, sebelumnya sih aku sempat ketemu, dan aku bilang kalau menikah undanganya jangan lupa, yah… mungkin ia terlalu sibuk, akupun juga jarang pulang ke madiun. Budi, aku benar-benar lupa siapa nama lengkapnya, aku bertemu dia saat dia menjadi wali murid adiknya yang sudah masuk MTs, dia adalah teman angkatan kita yang paling pertama menikah, benar kan? Kalau Rofik Heri Mustofa, anak kekar itu, sama sekali aku tak pernah mendengar berita tentangnya. Juga Yusi, Yusi Wahyu Tristanto, anak yang paling tampan di kelas kita dulu, dengar-dengar ia sekarang sudah sukses jadi angkatan. Sugeng Widodo, kau masih ingat juga kan? Dia masih di rumah, mungkin dia paling awet di rumah, dia sekarang bekerja seadannya, entahlah. Kalau itu, Dian Nita Afianti, anak yang suka minta aku gambarin Sailormoon, dia juga masih di rumah, katanya dia juga kuliah, entah kuliah di mana, tapi masih lingkup Madiun kok. Lebaran kemarin aku ketemu dia, dan kami hanya saling menyapa.

Oh ya, aku yakin sekali kau masih ingat sama cewek kocak yang namanya Erna, Ernawati, nggak nyangka dia sekarang sudah punya anak, katanya anaknya kembar pula, waktu dia nikah sebenarnya aku diundang, bahkan aku yang disuruh ngaji, tapi apa boleh buat, waktu itu aku lagi sibuk-sibuknya ngerjain skripsi, yah, aku hanya bisa Bantu doa yang tak putus-putus, aku masih ingat saat Erna menduduki kepala Indro yang terbaring di bangku. Aha, Yani, Nurul Khoiriyani, sungguh, dialah yang paling sedikit kudengar kabarnya diantara teman-teman kita yang lain.

Hh… siapa lagi yah? Seingatku sekelas kita dulu ada 14 orang atau 15 gitu…. Kalau 14, ya pas, tambah aku sama kamu.

Sudahlah…. Tiba-tiba aku bisa menangis kalau mengenang masa-masa kecil dulu…. Aku juga tak tahu mengapa begitu. Kau yang ada di negeri jauh tentunya lebih sering menangis…. Merindui kampung halaman.

Menurutmu bagimana?

Apa kau pernah membaca puisi tentang kenangan…..

Kau tak perlu membacanya, kalau kau membacanya pastilah kau akan menangis…

Tapi, sungguh…. Kau akui atau tidak, sesungguhnya tangis itu adalah sebuah nikmat Nikmat yang unik. Bahkan aku pernah menangis gara-gara aku tak bisa menangis. Kau percaya? Bukankan dengan menangis hati kita menjadi tidak sekeras batu-batu kali. Apalagi menangis dalam kesunyian di tengah malam, kau pernah merasakannya?

Sudahlah….. aku sendiri tak tahu, saat bait-bait kata ini tertuang lalu mengalir melalui tuts-tuts computer, hatiku terasa agak sesak, sesak keinginan-keinginan yang buntu, yang sama sekali tak bis aterwujud. Ha… ha… bagaimana mungkin Tuhan mengabulkan jika aku meminta waktu diundur sekitar 17 tahun lalu. Hh… aku memang aneh. Entahlah…. Ini sesal atau kekecewaan…. Yang jelas aku telah menuang sungai di sudut mataku. Baiklah…. Aku tak ingin larut, dan kemudian kalut. Baiklah….., ini ada sebuah puisi, untukmu… untuk Alm. Pak Minto, untuk teman-teman kita di masa lalu….


Kepada Guru dan Kawan Masa Lalu

Ruang itu di sudut

Di bawah rimbun jati dan trembesi

Kita berlari mengejar debu-debu

Kadang berkecipak di kubangan-kubangan becek

Atau melipat kertas lusuh menjadi kodok

Setiap pagi sepeda tua itu selalu bersandar

Di dinding rapuh yang luntur catnya

Ia berjalan dengan seember air jernih

Air yang direbus langit dengan ilmu-ilmu di kepalanya

Maka kita berhamburan, berlari menyambutnya

Melepaskan dahaga kita

Ia mengajarkan kita tentang bagaimana menakhlukan sang waktu

Ia juga mengajarkan kita bernyanyi tentang anak babi

Ia juga mengajarkan kita bermain kata

Kau ingat kata-kata ini:

Kolo kulo kelas kalih kelen kali kilen kulo

Kalung kulo kolang kaling

Keli menyang kali kulon

Hh……

( Itulah kalimat aneh yang dalam, yang paling sering mengiang-ngiang di kepalaku untuk menghiburku dengan kenangan-kenangan masa lalu )

Ya Rabb….

Apa kau peduli pada perjalanan masa

Tolong…. Aku titip pada-Mu agar Kau jaga dia

Dia yang tak kuat menahan rindu padaMu dan mengejarMu

Allahumaghfirlahu warhamhu……

Malang 31 Maret 2009




0 komentar: